Ibu vs anak di pengadilan


Ibu adalah seseorang yang paling mencintai kita di dunia ini. Pengorbanannya untuk kita sungguhlah luar biasa. Bahkan sebesar apapun pengorbanan yang kita lakukan untuk beliau, itu tidak ada bandingannya dengan pengorbanan seorang ibu kepada anaknya. Ibu adalah tempat kita bersandar di saat kita lagi terpuruk dalam menjalani hidup ini. Ibu akan melakukan apapun agar bisa melihat anaknya meraih keberhasilan dan kesuksesan. Bahkan dengan taruhan nyawanya sekalipun. Karena keinginan dan harapan seorang ibu adalah melihat anaknya bisa jadi orang yang berhasil dan sukses tanpa mengharapkan imbalan apapun dari anaknya. Permasalaha-permasalahan antara orang tua dan anak sering kita saksikan baik dalam banyak cerita orang-orang terdahulu maupun pada masa yang serba modern seperti ini. Banyak anak-anak yang tak peduli terhadap orang tua nya hingga menelantarkan mereka. Bahkan sang ibu hingga terpaksa menempuh ranah hukum agar mendapatkan sedikit santunan dari anaknya agar dapat bertahan hidup. Pengadilan tinggi negara Taiwan memutuskan seorang dokter gigi wajib membayar santunan kepada ibu kandungnya senilai lebih dari Rp 10 miliar. Kewajiban tersebut merupakan biaya ganti rugi perawatan dan sekolah dirinya yang telah dikeluarkan oleh sang ibu.
Dokter gigi tersebut merupakan seorang pria berusia 41 tahun bermarga Chu dari Taiwan. Pada 20 tahun silam, pria itu meneken janji dengan ibu kandungnya yang bermarga Lo untuk mengganti semua biaya tumbuh kembang dirinya dari kecil hingga dewasa. Perjanjian tersebut dibuat lantaran sang ibu merasa khawatir tidak akan ada yang merawatnya ketika beranjak tua. Terlebih, dirinya adalah orangtua tunggal yang harus merawat dua putranya pasca-bercerai pada tahun 1990 silam. Hakim menilai perjanjian tersebut tidak cacat hukum karena ditandatangani oleh kedua anak Lo ketika menginjak usia dewasa, yakni usia 20. Selain itu, penghasilan yang didapat Chu dari profesi dokter gigi juga dianggap telah cukup untuk membayar biaya ganti rugi senilai 21,3 juta dolar Taiwan, atau sekitar Rp 10,1 miliar. Sejatinya, tuntutan Lo adalah keterpaksaan karena sebagai ibu kandung, dia merasa kedua putranya semakin menelantarkan dirinya setelah masing-masing memiliki pasangan. Lo juga menyebut, pasangan hidup kedua anaknya pernah beberapa kali mengirim surat peringatan kepada dirinya untuk tidak lagi bergantung secara finansial. Lo mengajukan gugatan hukum sejak 8 tahun lalu ketika kedua anaknya menolak memenuhi perjanjian tertulis tersebut.


Putra bungsu Lo menyebut, perjanjian tersebut tidak masuk akal karena menyalahi kodrat orangtua dalam merawat buah hatinya. Lo pun digugat balik, tapi kandas di pengadilan Taiwan karena kurangnya bukti. Perseteruan antara Lo dan kedua anaknya bukanlah yang pertama terjadi di Taiwan. Dalam 10 tahun terakhir, tercatat beberapa tuntutan hukum diajukan oleh orangtua kepada anak kandungnya. Benang merah tuntutan tersebut adalah dugaan pengabaian anak terhadap orangtua yang berusia lanjut. Tren kasus ini pun mendorong tuntutan massa untuk menghukum oknum yang menelantarkan kedua orangtuanya. Meskipun sempat dibahas secara intens oleh pemangku kepentingan terkait di Taiwan, hingga kini, implementasi hukum terhadap isu ini belum menemukan titik terang. Hal ini menjadikan kita sebagai bagian sebuah keluarga hanya bisa mengelus dada tanda mirisnya perlakuan anak pada ibunya sendiri sekarang ini. namun disinilah peran hukum dapat membantu untuk menjelaskan dimana kedudukan ibu dan anak, walaupun dirasa tidak etis untuk permasalahan keluarga.



Comments

Popular posts from this blog

Artis dan kriminalitas

Bencana alam dan LGBT