Bencana alam dan LGBT
Beberapa waktu lalu seorang politikus Malaysia, Datuk Seri Ahmad Zahid Hamidi menuai kecaman luas karena mengaitkan terjadinya bencana alam dengan aktivitas Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender/LGBT. Adalah mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia yang mengatakan hal yang tidak ilmiah tersebut. Dalam sidang di parlemen Malaysia, Hamidi yang terseret kasus korupsi, menyinggung tentang bencana gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tenggara. "Di Palu, di mana baru-baru ini ada gempa bumi dan tsunami, disebutkan bahwa ada lebih dari 1.000 orang yang terlibat dalam aktivitas LGBT, Akibatnya, seluruh daerah itu hancur. Ini hukuman dari Allah," Komentar Hamidi tersebut menuai kemarahan para netizen. Padahal usut punya usut, Mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia ini, dijerat 45 dakwaan pidana termasuk pencucian uang dan suap. Dia mengaku tak bersalah atas seluruh dakwaan. Dalam kasus ini, Ahmad Zahid yang pernah menjabat Menteri Dalam Negeri Malaysia ini didakwa memanfaatkan jabatannya untuk menerima suap demi membantu perusahaan-perusahaan memenangkan tender proyek kementerian. Dalam salah satu dakwaan, Ahmad Zahid diduga menerima suap 6 juta Ringgit dari seorang Direktur Datasonic Group Berhad yang memenangkan tender pemerintah selama 5 tahun senilai 12,5 juta Ringgit untuk menyuplai chip elektronik bagi paspor-paspor Malaysia. Dalam dakwaan lainnya, Ahmad Zahid diduga menerima suap 13,25 juta Ringgit, yang dicurigai untuk membantu sebuah perusahaan mengamankan proyek dari My EG Services Sdn Bhd, sebuah perusahaan pemerintah dalam bidang penyedia provider.
Sebagai manusia, kita percaya bahwa segala hal yang terjadi di dunia adalah sepengetahuan Tuhan. Bahkan musibah yang terjadi di dunia kita yakini berkaitan dengan kehendak Tuhan atas manusia. Pandangan inilah yang kemudian banyak yang mengatakan bahwa gempa Palu berkekuatan 7.4 SR yang terjadi pada 28 September lalu adalah azab dari Tuhan. Tentu saja pandangan yang mengaitkan bencana alam dengan praktek LGBT di Palu banyak mengundang pro dan kontra. Sebagian masyarakat percaya hal ini adalah azab dari Tuhan, apalagi jika merujuk pada isi Kitab Suci masing-masing agama yang menentang keras praktek hubungan sesama jenis. Berbeda halnya jika kita melihat hal ini dari kacamata intelektual, yang lebih mengacu pada ilmu pengetahuan sebagai dasar dari terjadinya berbagai hal di dunia, tentu kita akan menolak keras jika bencana alam dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang dinilai melanggar keyakinan agama. Mereka justru meyakini jika bencana yang terjadi adalah proses alamiah yang tak bisa terelakkan oleh manusia.
Sebagian dari kita pasti punya pemikiran dari salah satu pandangan di atas. Tapi sebelum meyakini pandangan tersebut, mari benar-benar merenungkan satu hal bahwa jika gempa Palu adalah azab dari Tuhan akibat maraknya LGBT. Kenapa Tuhan tak melakukan hal yang sama kepada negara-negara yang sudah melegalkan LGBT dan menerima keberadaan kelompok ini dengan normal, seperti di negara-negara Amerika, Eropa dan sebagian negara Asia? Bukankah praktik LGBT di negara-negara tersebut jauh lebih mengerikan? Mengaitkan bencana gempa Palu dengan LGBT mungkin bukan hal yang bijak. Karena tanpa sadar kita melayangkan penghakiman kepada sesama kita dan penghakiman itu sendiri bukanlah hak kita. Tentu saja Tuhan tak tinggal diam ketika gempa Palu terjadi, tapi kita juga tak tahu pasti isi hati dan kehendak-Nya atas wilayah itu. Karena Tuhan sendiri punya otoritasnya sendiri atas ciptaan-Nya.
Comments
Post a Comment