Fenomena bunuh diri pada remaja

Bunuh diri bisa terjadi pada siapa saja, termasuk di kalangan remaja. Padahal, remaja merupakan generasi penerus yang eksistensi dan peran positifnya sangat dibutuhkan. Ketika remaja merasakan frustrasi yang luar biasa atau bahkan merasa tidak memiliki harapan hidup lagi, sepantasnya orang tua, guru, saudara, atau sahabat bisa mencegahnya melakukan hal-hal berbahaya, termasuk bunuh diri. Alasan seorang remaja melakukan percobaan bunuh diri bisa begitu rumit, pada sisi lain mungkin bukan suatu hal yang dianggap berat bagi orang dewasa pada umumnya. Usia remaja adalah fase ketika seseorang mengalami masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Wajar jika dalam fase ini remaja kerap berperilaku aneh. Dalam fase ini, jiwa remaja akan 'bergejolak'. 'Gejolak' itu biasanya didasari oleh berbagai hal, baik dari faktor internal maupun eksternal. Hal-hal tersebut bakal memengaruhi kemampuan remaja dalam memecahkan masalah menjadi lebih buruk. Ketidakmampuan memecahkan masalah itu membuat tak sedikit remaja yang berakhir dengan percobaan bunuh diri. Organisasi Kesehatan Dunia WHO menyebut bahwa bunuh diri menjadi penyebab kematian kedua tertinggi pada remaja usia 15-29 tahun. Dalam fase tersebut, sedikit pemicu saja biasanya sudah cukup untuk mendorong remaja kepada praktek bunuh diri, seperti yang terjadi di sebuah sekolah di Provinsi Shaanxi, China, seorang siswa remaja 15 tahun bunuh diri setelah diminta potong rambut. Remaja bermarga Bi itu tewas setelah jatuh dari bangunan tempatnya tinggal di Xian pada 2 November, 10 hari setelah gurunya membawanya ke tukang potong rambut. Kedua Orangtua Bi berkata dia menolak untuk masuk ke SMA Xidian setelah dipotong dan memaksa tinggal di rumah karena dia sangat jelek. Polisi menggelar penyelidikan untuk memastikan penyebab kematian Bi dengan sekolah menyatakan orangtuanya meminta kompensasi. SMA Xidian mengatakan orangtua Bi meminta kompensasi sebesar 1,2 juta yuan, sekitar Rp 2,5 miliar. 
Sebab, mereka yakin potongan rambut itu yang membuat Bi bunuh diri. Sementara sekolah menawarkan "kompensasi kemanusian" sebesar 100.000 yuan, atau Rp 212,7 juta. Sekolah juga membantah bahwa gurunya memaksa Bi untuk potong rambut. Versi sekolah, mereka telah mendapat persetujuan dari Bi dan orangtuanya. "Dia dipotong pendek. Tidak botak. Setelah dipotong pun siswa dan orangtuanya tak melayangkan keluhan," demikian penjelasan sekolah, mereka mencoba membujuknya untuk kembali bersekolah. Bi berkata potongan rambutnya membuatnya malu untuk ke sekolah. Salah seorang staf sekolah menuturkan, empat orang dari keluarga Bi melaksanakan aksi protes di depan gerbang sekolah menuntut kompensasi pada 5 November. Sekolah di China kerap mendapat kritikan karena menerapkan disiplin ketat bagi para muridnya, termasuk potongan rambut. Tahun lalu, 170 siswa sebuah sekolah vokasi di Shenzhen dilaporkan harus bersedia dipotong pendek sebagai bagian dari program pelatihan militer. Kemudian September lalu, remaja 16 tahun tewas ketika menjalani hukuman fisik berupa lompat kodok sepanjang 20 meter. Hukuman tersebut diberikan setelah siswa yang dilaporkan bermarga Zhang tersebut ketahuan berbicara saat jam tidur siang. Bunuh diri bisa terjadi di saat seseorang mengalami depresi dan tak ada orang yang membantu. Usia remaja bagi sebagian orang bisa menjadi masa-masa yang sulit serta bisa menjadi periode yang dipenuhi oleh kekhawatiran dan stres. Remaja dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya untuk bertindak secara bertanggung jawab, namun sekaligus sering dituntut untuk berprestasi. Di saat yang bersamaan, masa ini juga merupakan momentum terbentuknya identitas seksual, hubungan, dan kebutuhan untuk bebas yang sering kali bertentangan dengan peraturan dan harapan di dalam lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat yang lebih luas. Dengan tingkat stres yang tinggi seperti ini, ditambah dengan kemunculan hormon pubertas, bukan hal yang aneh bila angka bunuh diri di kalangan remaja meningkat.

Comments

Popular posts from this blog

Artis dan kriminalitas

Bencana alam dan LGBT